Tuesday, January 20, 2009

MEKAH, KA'BAH DAN QURAISY

DI TENGAH-TENGAH jalan kafilah yang berhadapan dengan Laut
Merah - antara Yaman dan Palestina - membentang bukit-bukit
barisan sejauh kira-kira delapanpuluh kilometer dari pantai.
Bukit-bukit ini mengelilingi sebuah lembah yang tidak begitu
luas, yang hampir-hampir terkepung samasekali oleh bukit-bukit
itu kalau tidak dibuka oleh tiga buah jalan: pertama jalan
menuju ke Yaman, yang kedua jalan dekat Laut Merah di
pelabuhan Jedah, yang ketiga jalan yang menuju ke Palestina.

Dalam lembah yang terkepung oleh bukit-bukit itulah terletak
Mekah. Untuk mengetahui sejarah dibangunnya kota ini sungguh
sukar sekali. Mungkin sekali ia bertolak ke masa ribuan tahun
yang lalu. Yang pasti, lembah itu digunakan sebagai tempat
perhentian kafilah sambil beristirahat, karena di tempat itu
terdapat sumber mata air. Dengan demikian rornbongan kafilah
itu membentangkan kemah-kemah mereka, baik yang datang dari
jurusan Yaman menuju Palestina atau yang datang dari Palestina
menuju Yaman. Mungkin sekali Ismail anak Ibrahim itu orang
pertama yang menjadikannya sebagai tempat tinggal, yang
sebelum itu hanya dijadikan tempat kafilah lalu saja dan
tempat perdagangan secara tukar-menukar antara yang datang
dari arah selatan jazirah dengan yang bertolak dari arah
utara.

Kalau Ismail adalah orang pertama yang menjadikan Mekah
sebagai tempat tinggal, maka sejarah tempat ini sebelum itu
gelap sekali. Mungkin dapat juga dikatakan, bahwa daerah ini
dipakai tempat ibadat juga sebelum Ismail datang dan menetap
di tempat itu. Kisah kedatangannya ketempat itupun memaksa
kita membawa kisah Ibrahim a.s. secara ringkas.

Ibrahim dilahirkan di Irak (Chaldea) dari ayah seorang tukang
kayu pembuat patung. Patung-patung itu kemudian dijual kepada
masyarakatnya sendiri, lalu disembah. Sesudah ia remaja betapa
ia melihat patung-patung yang dibuat oleh ayahnya itu kemudian
disembah oleh masyarakat dan betapa pula mereka memberikan
rasa hormat dan kudus kepada sekeping kayu yang pernah
dikerjakan ayahnya itu. Rasa syak mulai timbul dalam hatinya.
Kepada ayahnya ia pernah bertanya, bagaimana hasil kerajinan
tangannya itu sampai disembah orang?

Kemudian Ibrahim menceritakan hal itu kepada orang lain.
Ayahnyapun sangat memperhatikan tingkah-laku anaknya itu;
karena ia kuatir hal ini akan rnenghancurkan perdagangannya.
Ibrahim sendiri orang yang percaya kepada akal pikirannya. Ia
ingin membuktikan kebenaran pendapatnya itu dengan
alasan-alasan yang dapat diterima. Ia mengambil kesempatan
ketika orang sedang lengah. Ia pergi menghampiri sang dewa,
dan berhala itu dihancurkan, kecuali berhala yang paling
besar. Setelah diketahui orang, mereka berkata kepadanya:

"Engkaukah yang melakukan itu terhadap dewa-dewa kami, hai
Ibrahim?" Dia menjawab: "Tidak. Itu dilakukan oleh yang paling
besar diantara mereka. Tanyakanlah kepada mereka, kalau memang
mereka bisa bicara." (Qur'an, 21: 62-63)

Ibrahim melakukan itu sesudah ia memikirkan betapa sesatnya
mereka menyembah berhala, sebaliknya siapa yang seharusnya
mereka sembah.

"Bila malam sudah gelap, dilihatnya sebuah bintang. Ia
berkata: Inilah Tuhanku. Tetapi bilamana bintang itu kemudian
terbenam, iapun berkata: 'Aku tidak menyukai segala yang
terbenam.' Dan setelah dilihatnya bulan terbit, iapun berkata:
'Inilah Tuhanku.' Tetapi bilamana bulan itu kemudian terbenam,
iapun berkata: 'Kalau Tuhan tidak memberi petunjuk kepadaku,
pastilah aku akan jadi sesat.' Dan setelah dilihatnya matahari
terbit, iapun berkata: 'Ini Tuhanku. Ini yang lebih besar.'
Tetapi bilamana matahari itu juga kemudian terbenam, iapun
berkata: 'Oh kaumku. Aku lepas tangan terhadap apa yang kamu
persekutukan itu. Aku mengarahkan wajahku hanya kepada yang
telah menciptakan semesta langit dan bumi ini. Aku tidak
termasuk mereka yang mempersekutukan Tuhan." (Qur'an 6: 76-79)

Ibrahim tidak berhasil mengajak masyarakatnya itu. Malah
sebagai balasan ia dicampakkan ke dalam api. Tetapi Tuhan
masih menyelamatkannya. Ia lari ke Palestina bersama isterinya
Sarah. Dari Palestina mereka meneruskan perjalanan ke Mesir.
Pada waktu itu Mesir di bawah kekuasaan raja-raja Amalekit
(Hyksos).

Sarah adalah seorang wanita cantik. Pada waktu itu raja-raja
Hyksos biasa mengambil wanita-wanita bersuami yang
cantik-cantik. Ibrahim memperlihatkan, seolah Sarah adalah
saudaranya. Ia takut dibunuh dan Sarah akan diperisterikan
raja. Dan raja memang bermaksud akan memperisterikannya.
Tetapi dalam tidurnya ia bermimpi bahwa Sarah bersuami.
Kemudian dikembalikan kepada Ibrahim sambil dimarahi. Ia
diberi beberapa hadiah di antaranya seorang gadis belian
bernama Hajar- Olelm karena Sarah sesudah bertahun-tahun
dengan Ibrahim belum juga beroleh keturunan, maka oleh Sarah
disuruhnya ia bergaul dengan Hajar, yang tidak lama kemudian
telah beroleh anak, yaitu Ismail. Sesudah Ismail besar
kemudian Sarahpun beroleh keturunan, yaitu Ishaq.

Beberapa ahli berselisih pendapat tentang penyembelihan Ismail
serta kurban yang telah dipersembahkan oleh Ibrahim. Adakah
sebelum kelahiran Ishaq atau sesudahnya? Adakah itu terjadi di
Palestina atau di Hijaz? Ahli-ahli sejarah Yahudi berpendapat,
bahwa yang disembelih itu adalah Ishaq, bukan Ismail. Disini
kita bukan akan menguji adanya perselisihan pendapat itu.
Dalam Qishash'l-Anbia' Syaikh Abd'l Wahhab an-Najjar
berpendapat, bahwa yang disembelih itu adalah Ismail.
Argumentasi ini diambilnya dari Taurat sendiri bahwa yang
disembelih itu dilukiskan sebagai anak Ibrahim satu-satunya.
Pada waktu itu Ismail adalah anak satu-satunya sebelum Ishaq
dilahirkan. Setelah Sarah melahirkan, maka anak Ibrahim tidak
lagi tunggal, melainkan sudah ada Ismail dan Ishaq. Dengan
mengambil cerita itu seharusnya kisah penyembelihan dan
penebusan itu terjadi di Palestina. Hal ini memang bisa
terjadi demikian kalau yang dimaksudkan itu terjadi terhadap
diri Ishaq. Selama itu Ishaq dengan ibunya hanya tinggal di
Palestina, tidak pernah pergi ke Hijaz. Akan tetapi cerita
yang mengatakan bahwa penyembelihan dan penebusan itu terjadi
diatas bukit Mina, maka ini tentu berlaku terhadap diri
Ismail. Oleh karena di dalam Qur'an tidak disebutkan nama
person korban itu, maka ahli-ahli sejarah kaum Muslimin
berlain-lainan pendapat.

Tentang pengorbanan dan penebusan itu kisahnya ialah bahwa
Ibrahim bermimpi, bahwasanya Tuhan memerintahkan kepadanya
supaya anaknya itu dipersembahkan sebagai kurban dengan
menyembelihnya. Pada suatu pagi berangkatlah ia dengan
anaknya. "Bila ia sudah mencapai usia cukup untuk berusaha, ia
(Ibrahim) berkata: 'O anakku, dalam tidur aku bermimpi, bahwa
aku menyembelihmu. Lihatlah, bagaimanakah pendapatmu?' Ia
menjawab: 'Wahai ayahku. Lakukanlah apa yang diperintahkan
kepadamu. Jika dikehendaki Tuhan, akan kaudapati aku dalam
kesabaran.' Setelah keduanya menyerahkan diri dan
dibaringkannya ke sebelah keningnya, ia Kami panggil: 'Hai
Ibrahim. Engkau telah melaksanakan mimpi itu.' Dengan begitu,
Kami memberikan balasan kepada mereka yang berbuat kebaikan.
Ini adalah suatu ujian yang nyata. Dan kami menebusnya dengan
sebuah kurban besar." (Qur'an, 37: 103-107)

Beberapa cerita melukiskan kisah ini dalam bentuk puisi yang
indah sekali, sehingga disini perlu kita kemukakan, sekalipun
tidak membawa kisah tentang Mekah. Kisahnya, setelah Ibrahim
bermimpi dalam tidurnya bahwa ia harus menyembelih anaknya dan
memastikan bahwa itu adalah perintah Tuhan, ia berkata kepada
anaknya itu: 'Anakku, bawalah tali dan parang itu, mari kita
pergi ke bukit mencari kayu untuk keluarga kita.' Anak itupun
menurut perintah ayahnya. Ketika itu datang setan dalam bentuk
seorang laki-laki, mendatangi ibu anak itu seraya berkata:
'Tahukah engkau ke mana Ibrahim membawa anakmu?' 'Ia pergi
mencari kayu dari lereng bukit itu,' jawab ibunya. 'Tidak,'
kata setan lagi, 'ia pergi akan menyembelihnya.' Ibu itu
menjawab lagi: 'Tidak. Ia lebih sayang kepada anaknya.' 'Ia
mendakwakan bahwa Tuhan yang memerintahkan itu.'

'Kalau itu memang perintah Tuhan biarkan dia menaati
perintahNya,' jawab ibu itu. Setan itu lalu pergi dengan
perasaan kecewa. Ia segera menyusul anak yang sedang mengikuti
ayahnya itu. Kepada anak itupun ia berkata seperti terhadap
ibunya tadi. Tapi jawabannyapun sama dengan jawaban ibunya
juga. Kemudian setan mendatangi Ibrahim dan mengatakan, bahwa
mimpinya itu hanya tipu-muslihat setan supaya ia menyembelih
anaknya dan akhirnya akan menyesal. Tetapi oleh Ibrahim ia
ditinggalkan dan dilaknatnya. Dengan rasa jengkel Iblis itu
mundur teratur, karena maksudnya tidak berhasil, baik dari
Ibrahim, dari isterinya atau dari anaknya.

Kemudian itu Ibrahim menyatakan kepada anaknya tentang
mimpinya itu dan minta pendapatnya. 'Ayah, lakukanlah apa yang
diperintahkan.' Lalu katanya lagi dalam ballada itu: 'Ayah,
kalau ayah akan menyembelihku, kuatkanlah ikatan itu supaya
darahku nanti tidak kena ayah dan akan mengurangi pahalaku.
Aku tidak menjamin bahwa aku takkan gelisah bila dilaksanakan.
Tajamkanlah parang itu supaya dapat sekaligus memotongku. Bila
ayah sudah merebahkan aku untuk disembelih, telungkupkan aku
dan jangan dimiringkan. Aku kuatir bila ayah kelak melihat
wajahku ayah akan jadi lemah, sehingga akan menghalangi maksud
ayah melaksanakan perintah Tuhan itu. Kalau ayah berpendapat
akan membawa bajuku ini kepada ibu kalau-kalau menjadi hiburan
baginya, lakukanlah, ayah.'

'Anakku,' kata Ibrahim, 'ini adalah bantuan besar dalam
melaksanakan perintah Allah.'

Kemudian ia siap melaksanakan. Diikatnya kuat-kuat tangan anak
itu lalu dibaringkan keningnya untuk disembelih. Tetapi
kemudian ia dipanggil: 'Hai Ibrahim! Engkau telah melaksanakan
mimpi itu.' Anak itu kemudian ditebusnya dengan seekor domba
besar yang terdapat tidak jauh dari tempat itu. Lalu
disembelihnya dan dibakarnya.

Demikianlah kisah penyembelihan dan penebusan itu. Ini adalah
kisah penyerahan secara keseluruhan kepada kehendak Allah.

Ishaq telah menjadi besar disamping Ismail. Kasih-sayang ayah
sama terhadap keduanya. Akan tetapi Sarah menjadi gusar
melihat anaknya itu dipersamakan dengan anak Hajar dayangnya
itu. Ia bersumpah tidak akan tinggal bersama-sama dengan Hajar
dan anaknya tatkala dilihatnya Ismail memukul adiknya itu.
Ibrahim merasa bahwa hidupnya takkan bahagia kalau kedua
wanita itu tinggal dalam satu tempat. Oleh karena itu pergilah
ia dengan Hajar dan anak itu menuju ke arah selatan. Mereka
sampai ke suatu lembah, letak Mekah yang sekarang. Seperti
kita sebutkan di atas, lembah ini adalah tempat para kafilah
membentangkan kemahnya pada waktu mereka berpapasan dengan
kafilah dari Syam ke Yaman, atau dari Yaman ke Syam. Tetapi
pada waktu itu adalah saat yang paling sepi sepanjang tahun.
Ismail dan ibunya oleh Ibrahim ditinggalkan dan
ditinggalkannya pula segala keperluannya. Hajar membuat sebuah
gubuk tempat ia berteduh dengan anaknya. Dan Ibrahimpun
kembali ke tempat semula.

Sesudah kehabisan air dan perbekalan, Hajar melihat ke kanan
kiri. Ia tidak melihat sesuatu. Ia terus berlari dan turun ke
lembah mencari air. Dalam berlari-lari itu - menurut cerita
orang - antara Shafa dan Marwa, sampai lengkap tujuh kali, ia
kembali kepada anaknya dengan membawa perasaan putus asa.
Tetapi ketika itu dilihatnya anaknya sedang mengorek-ngorek
tanah dengan kaki, yang kemudian dari dalam tanah itu keluar
air. Dia dan Ismail dapat melepaskan dahaga. Disumbatnya mata
air itu supaya jangan mengalir terus dan menyerap ke dalam
pasir.

Anak yang bersama ibunya itu membantu orang-orang Arab yang
sedang dalam perjalanan, dan merekapun mendapat imbalan yang
akan cukup menjamin hidup mereka sampai pada musim kafilah
yang akan datang.

Mata air yang memancar dari sumur Zamzam itu menarik hati
beberapa kabilah akan tinggal di dekat tempat itu. Beberapa
keterangan mengatakan, bahwa kabilah Jurhum adalah yang
pertama sekali tinggal di tempat itu, sebelum datang Hajar dan
anaknya. Sementara yang lain berpendapat, bahwa mereka tinggal
di tempat itu setelah adanya sumber sumur Zamzam, sehingga
memungkinkan mereka hidup di lembah gersang itu.

Ismail sudah semakin besar, dan kemudian ia kawin dengan gadis
kabilah Jurhum. Ia dengan isterinya tinggal bersama-sama
keluarga Jurhum yang lain. Di tempat itu rumah suci sudah
dibangun, yang kemudian berdiri pula Mekah sekitar tempat itu.

Juga disebutkan bahwa pada suatu hari Ibrahim minta ijin
kepada Sarah akan mengunjungi Ismail dan ibunya. Permintaan
ini disetujui dan ia pergi. Setelah ia mencari dan menemui
rumah Ismail ia bertanya kepada isterinya: "Mana suamimu?"

"Ia sedang berburu untuk hidup kami," jawabnya.

Kemudian ditanya lagi, dapatkah ia menjamu makanan atau
minuman, dijawab bahwa dia tidak mempunyai apa-apa untuk
dihidangkan.

Ibrahim pergi, setelah mengatakan: "Kalau suamimu datang
sampaikan salamku dan katakan kepadanya: "Ganti ambang
pintumu."

Setelah pesan ayahnya itu kemudian disampaikan kepada Ismail,
ia segera menceraikan isterinya, dan kemudian kawin lagi
dengan wanita Jurhum lainnya, puteri Mudzadz bin 'Amr. Wanita
ini telah menyambut Ibrahim dengan baik setelah beberapa waktu
kemudian ia pernah datang. "Sekarang ambang pintu rumahmu
sudah kuat," (kata Ibrahim).

Dari perkawinan ini Ismail mempunyai duabelas orang anak, dan
mereka inilah yang menjadi cikal-bakal Arab al-Musta'-riba,
yakni orang-orang Arab yang bertemu dari pihak ibu pada Jurhum
dengan Arab al-'Ariba keturunan Ya'rub ibn Qahtan. Sedang ayah
mereka, Ismail anak Ibrahim, dari pihak ibunya erat sekali
bertalian dengan Mesir, dan dari pihak bapa dengan Irak
(Mesopotamia) dan Palestina, atau kemana saja Ibrahim
menginjakkan kaki.

^_^ V

Cinta Sejati

Sekitar dua puluh tahun yang lalu, Ani sedang menjalankan semester terakhir dan berusaha menyelesaikan skripsi. Disaat itu pula, 2 minggu yang akan datang, Ani akan dipersunting oleh seorang pria yang bernama Iman (bukan nama sebenarnya).
Ani dan Ilman telah berpacaran selama 7 tahun. Ilman merupakan teman SD Ani. Mereka telah kenal selama 13 tahun. Masa 5tahun adalah masa pertemanan, dan kemudian dilanjutkan ke masa pacaran. Mereka bahkan telah bertunangan dan 2 minggu ke depan, Ani dan Ilman akan melangsungkan ijab kabul.
Entah mimpi apa semalam, tiba-tiba Ani dikejutkan oleh suatu berita.
Adiknya Ilman: Mbak Ani, Mbak Ani. Mas Ilman…Mas Ilman….kena musibah!
Ani: Innalillahi wa inna illahi roji’un…
Saat itu Ani tidak mengetahui musibah apa yang menimpa Ilman. Kemudian sang adik melanjutkan beritanya…
Adiknya Ilman: Mas Ilman…kecelakaan…dan..meninggal…
Ani: Innalillahi wa inna illahi roji’un…
…dan Ani kemudian pingsan…
Setelah bangun, Ani dihadapkan oleh mayat tunangannya. Ani yang shock berat tak bisa berkata apa-apa. Bahkan tidak ada air mata yang mengalir.
Ketika memandikan jenazahnya, Ani terdiam. Ani memeluk tubuh Ilman yang sudah dingin dengan begitu erat dan tak mau melepaskannya hingga akhirnya orang tua Ilman mencoba meminta Ani agar tabah menghadapi semua ini.
Setelah dikuburkan, Ani tetap terdiam. Ia berdoa khusyuk di depan kuburan Ilman.
Sampai seminggu ke depan, Ani tak punya nafsu makan. Ia hanya makan sedikit. Ia pun tak banyak bicara. Menangis pun tidak. Skripsinya terlantar begitu saja. Orangtua Ani pun semakin cemas melihat sikap anaknya tersebut.
Akhirnya bapaknya Ani memarahi Ani. Sang bapak sengaja menekan anak tersebut supaya ia mengeluarkan air mata. Tentu berat bagi Ani kehilangan orang yang dicintainya, tapi tidak mengeluarkan air mata sama sekali. Rasanya beban Ani belum dikeluarkan.
Setelah dimarahi oleh bapaknya, barulah Ani menangis. Tumpahlah semua kesedihan hatinya. Setidaknya, satu beban telah berkurang.
…empat bulan kemudian…
Skripsi Ani belum juga kelar. Orangtuanya pun tidak mengharap banyak karena sangat mengerti keadaan Ani. Sepeninggal Ilman, Ani masih terus meratapi dan merasa Ilman hanya pergi jauh. Nanti juga kembali, pikirnya.
Di dalam wajah sendunya, tiba-tiba ada seorang pria yang tertarik melihat Ani. Satrio namanya. Ia tertarik dengan paras Ani yang manis dan pendiam. Satrio pun mencoba mencaritahu tentang Ani dan ia mendengar kisah Ani lengkap dari teman-temannya.
Setelah mendapatkan berbagai informasi tentang Ani, ia coba mendekati Ani. Ani yang hatinya sudah beku, tidak peduli akan kehadiran Satrio. Beberapa kali ajakan Satrio tidak direspon olehnya.
Satrio pun pantang menyerah, sampai akhirnya Ani sedikit luluh. Ani pun mengajak Satrio ke kuburan Ilman. Disana Ani meminta Satrio minta ijin kepada Ilman untuk berhubungan dengan Ani. Satrio yang begitu menyayangi Ani menuruti keinginan perempuan itu. Ia pun berdoa serta minta ijin kepada kuburan Ilman.
Masa pacaran Ani dan Satrio begitu unik. Setiap ingin pergi berdua, mereka selalu mampir ke kuburan Ilman untuk minta ijin dan memberitahu bahwa hari ini mereka akan pergi kemana. Hal itu terus terjadi berulang-ulang. Tampaknya sampai kapanpun posisi Ilman di hati Ani tidak ada yang menggeser. Tetapi Satrio pun sangat mengerti hal itu dan tetap rela bersanding disisi Ani, walaupun sebagai orang kedua dihati Ani.
Dua tahun sudah masa pacaran mereka. Skripsi Ani sudah selesai enam bulan yang lalu dan ia lulus dengan nilai baik. Satrio pun memutuskan untuk melamar Ani.
Sebelum melamar Ani, Satrio mengunjungi kuburan Ilman sendirian. Ini sudah menjadi ritual bagi dirinya. Disana ia mengobrol dengan batu nisan tersebut, membacakan yasin, sekaligus minta ijin untuk melamar Ani. Setelah itu Satrio pulang, dan malamnya ia melamar Ani.
Ani tentu saja senang. Tapi tetap saja, di hati Ani masih terkenang sosok Ilman. Ani menceritakan bagaimana perasaannya ke Satrio dan bagaimana posisi Ilman dihatinya. Satrio menerima semua itu dengan lapang dada. Baginya, Ani adalah prioritas utamanya. Apapun keinginan Ani, ia akan menuruti semua itu, asalkan Ani bahagia.
Ani pun akhirnya menerima lamaran Satrio.
…beberapa bulan setelah menikah…
Di rumah yang damai, terpampang foto perkawinan Ani dan Satrio. Tak jauh dari foto tersebut, ada foto perkawinan Ami ukuran 4R. Foto perkawinan biasa, namun ada yang janggal. Di foto tersebut terpampang wajah Ani dan Ilman.
Ya, Ani yang masih terus mencintai Ilman mengganti foto pasangan disebelahnya dengan wajah Ilman. Foto itupun terletak tak jauh dari foto perkawinan Satrio dan Ani. Sekilas terlihat foto tersebut hasil rekayasa yang dibuat oleh Ani. Namun Satrio mengijinkan Ani meletakkan foto tersebut tak jauh dari foto perkawinan mereka.
Bagaimanapun Ani tetap akan mencintai Ilman sekaligus mencintai Satrio, suami tercintanya. Dan Satrio merupakan pria yang memiliki hati sejati. Baginya, cinta sejatinya adalah Ani. Apapun yang Ani lakukan, ia berusaha menerima semua keadaan itu. Baginya tak ada yang perlu dicemburui dari batu nisan. Ia tetap menjalankan rumah tangganya dengan sakinah, mawaddah dan warramah, hingga saat ini…dan akan terus begitu.